Berita Ipmafa – Pro dan kontra mengenai Rancangan
Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) hingga kini masih menuai
kontroversi berbagai kalangan. Pasalnya, pemerkosaan dalam perkawinan tidak akan
pernah mungkin terjadi, dan hanya menjadi lelucon semata. Hal ini kemudian memunculkan
sebuah pertanyaan, benarkan Islam mengajarkan sikap misoginis?
Demikian disampaikan
Direktur Pusat Studi Pesantren dan Fiqh Sosial (Pusat FISI) Umdatul Baroroh, MA
dalam International Seminar Institut Pesantren Mathali’ul Falah bertajuk Islam
and Marital Rape in South East Asia yang digelar Dewan Eksekkutif Mahasiswa
(Dema) Institut dan Pusat FISI di Ruang Auditorium 2 (25/10/2019).
Dalam isu
relasi suami-istri, Umdah menyampaikan tidak banyak kelompok masyarakat
di Indonesia yang bersedia membuka kesadaran dirinya untuk melihat dan menerima
bahwa pemerkosaan dalam perkawinan adalah nyata terjadi.
Pemahaman ajaran Islam yang misoginis dan bias, menurut
Umdah, yang mana diproduksi oleh kelompok-kelompok misoginis pada zaman terdahulu,
telah sedemikian rupa diadopsi dan terinternalisir dalam diri masyarakat
patriarkhi secara turun-temurun.
“Salah
satu akibatnya adalah muncul anggapan bahwa dalam hubungan pernikahan, suami
berhak memperlakukan istrinya seperti apapun kehendaknya. Demikian halnya, istri
wajib menuruti apapun yang suaminya kehendaki, termasuk dalam hal seksualitas,
karena istri adalah milik suami,” terang
Umdah.
Lebih lanjut
Umdah menjelaskan, meski kasus kekerasan seksual dalam perkawinan di Indonesia
selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya, namun belum ada undang-undang
yang mengaturnya secara jelas, hanya terfokus pada pemerkosaan di luar
pernikahan.
Menurut Umdah,
kejelasan mengenai tindak kekerasan berupa pemerkosaan memerlukan definisi yang
jelas mengingat hal tersebut tidak ditemukan dalam Undang-undang KUHP maupun Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT).
“Saya
sudah mencari di UU KUHP dan PKDRT tidak saya temukan definisi yang jelas
mengenai apa yang disebut perkosaan dalam undang-undang. Saya baru menemukannya
di dalam RUU PKS yang baru akan disahkan dan kemudian didemo itu,” terangnya.
Umdah pun secara
spesifik membongkar undang-undang yang selama ini hanya mengatur tindak
kekerasan di luar pernikahan tersebut. Ia juga menjelaskan poin-poin RUU PKS
secara gamblang dan pendapat para ulama terdahulu dalam menghormati hak-hak
perempuan.
Pada kesempatan
kedua, pemateri dari Negri Jiran, Malaysia, Rozana Isa menyampaikan definisi mengeanai Marital Rape. Rozana juga
memaparkan mengenai
kekhawatiran masyarakat terutama suami apabila ditukar pandangan tentang
perkawinan akan membuat wanita berbuat semaunya. Menurutnya,
justru kekhawatiran tersebut tidaklah beralasan daripada mempertimbangkan
kemaslahatan perempuan.
“Kerana
hak suami adalah sesuatu yang termaktub tidak boleh diubah dan dilawan. Dan apabila
hal tersebut dirubah, maka kekhawatirannya adalah apa yang akan para istri
lakukan jika tidak mendapatkan pengawalan? Itu yang lebih dikuatirkan daripada
memikirkan kesejarhteraan tubuh pasangan atau istri mereka,” papar Rozana.
Sister
in Islam Malaysia
tersebut juga menyampaikan keadaan Negara-negara tetangga di Asia Tenggara yang
memperjuangkan undang-undang serupa. Ada yang mengalami hal yang sama dengan
Indonesia, namun ada yang lebih maju perundang-undangannya, namun tingkat pelaksanaannya
masih rendah.
Bahkan menurutnya
ada beberapa Negara yang membenarkan pelaku pemerkosaan, dan malah menghukumnya
dengan mengawini si korban. Hal demikian menjadi kekhawatiran yang amat sangat
dikarenakan si korban akan hidup selamanya dengan pelaku, dan akan mendapat
perlakuan kekerasan seumur hidupnya.
Selanjutnya
Rozana merinci Negara-negara yang bukan merupakan Negara Islam namun telah memidana
tindak kekerasan dalam perkawinan, di antaranya adalah Laos, Filipina, SIngapura,
Thailand dan Vietnam.
“Laos,
Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam ini bukan negara Islam, tapi telah
mempidanakan kekerasan dalam perkawinan. Lantas apalagi yang kurang bagi kita
untuk mengesahkan undang-undang ini?” pungkas Rozana.
0 Comments