“Kemanapun Pak Dahlan,
anggota senam beliau selalu mengikuti” Itulah pernyataan singkat yang saya
terima dari teman sesama dosen Ipmafa menjawab pertanyaan saya, ada apa kok pak
DI membawa rombongan sebanyak ini untuk menghadiri kuliah umum.
Ketika mendapat tugas
menjemput Pak DI di hotel, saya merasa ada yang janggal. Sebab ada dua
rombongan yang datang. Satu rombongan kecil Pak DI bersama keluarga (kalau ini
saya maklumi karena wajar saja ketika bepergian jauh ada anggota keluarga yang
diajak). Tetapi satu rombongan lagi datang langsung dari Surabaya dalam julah
besar. Belakangan saya ketahui ternyata itu adalah klub senam yang rutin
mengadakan senam bersama dengan Pak DI berbagai tempat yang beliau datangi.
Rasa penasaran saya
membayangkan klub seperti apa itu sebenarnya dijawab oleh rekan dosen dan juga
saya konfirmasi ke salah satu anggota, bahwa dalam beberapa tahun terakhir Pak
DI memiliki klub senam yang tidak hanya ada di Surabaya, tetapi juga di
beberapa daerah, terutama yang memiliki biro Jawa Pos Group. Menurut informasi
yang saya terima, klub ini (terutama yang tinggal di Surabaya) setia mengadakan
senam bersama 3 hari dalam seminggu secara berpindah-pindah tempat, mengikuti
aktifitas pak DI. Selama jaraknya terjangkau secara waktu dan tempat (termasuk
di IPMAFA Pati), klub ini akan ikut atau menyusul. Tetapi kalau tidak
terjangkau, biasanya klub dari biro Jawa Pos Group di daerah yang didatangi pak
DI akan menggantikan.
Jangan bayangkan
anggota klub senam ini berusia muda, berbodi wow macam artis-artis model baju
senam yang sering muncul di iklan TV atau online shop. Kebanyak mereka berusia
lanjut, dan tentu saja banyak yang ibu-ibu ha ha ha. Saat saya kenalan dengan
beberapa anggota klub, ternyata mereka adalah kalangan profesional yang sudah
purna tugas. Ada juga yang masih aktif. Bahkan salah satu anggotanya yang
sempat ngobrol lama dengan saya adalah dosen di UINSA dan ketua Gerakan Wakaf
Indonesia (GWI). Ini mah bukan klub alay-alay. Senam tampaknya aktifitas yang
dipilih, karena selain menyehatkan fisik, juga bisa membangkitkan semangat dan
keceriaan. Hentakan music pengiring yang diputar secara random, mulai aransemen
riang poco-poco, belaian lembut pop barat klasik, hingga lagu Aisyah Istri
Rasulullah berhasil membakar semangat peserta senam, bahkan saya yang hanya
menonton karena tidak siap kostum he he.
Apa alasan anggota
klub ini begitu setia ada Pak DI? Sejauh yang saya tahu dari obrolan dengan
beberapa anggotanya, ternyata sebagian dari mereka adalah orang-orang yang
pernah “diasuh” Pak DI di Jawa Pos Group. Sebagian lagi mereka yang bergabung
karena tertarik dengan dakwah ala Pak DI. Saya sebut dakwah karena dalam
beberapa kali kesempatan, pak DI menyampaikan nilai-nilai spiritualitas dengan
bahasanya sendiri kepada anggota club. Begitupun ketika mengenalkan anggotanya
kepada saya. “Ayah temannya saya ini adalah guru nahwu saya” Kata Pak Dahlan.
Luar biasa! Pak DI lebih menyebutkan
hubungan guru-murid dengan orang tua anggotanya ketimbang mengatakan ini dulu
anak buah saya. Itulah nilai ta’dhim yang pernah kami kaji dari ta’limul
muta’allim maupun petuah guru-guru kami. Bahwa hormat kepada guru setelah wafat
ditunjukkan dengan hormat kepada anak-anaknya. Bukankah itu metode berdakwah
yang sangat efektif, tanpa harus berbusa-busa mengutip dalil ini dan itu?
Saya meyakini pak DI
orang yang relijius. Bukan karena beliau secara kultural lahir dari lingkungan
Nahdhiyin. Bukan juga karena beliau pernah dididik di madrasah diniyah. Tetapi
itu saya saksikan langsung ketika ziarah di makam Mbah Mutamakkin dan syaikhuna
Kyai Sahal Mahfudh. Setelah sampai dikompleks makam, beliau dengan percaya diri
memimpin “hadrah” atau wasilah dan dzikir. Beberapa kali fatihah dibacakan
dengan lantang. Saya dan beberapa orang yang mengikuti hanya ikut membaca
fatihah saja. Setelah itu, Pak DI dengan fasih, jernih dan mantap melafadzkan
tahlil “la ilaha illallah” sebanyak 100x (perkiraan saya ). Lalu doa diserahkan
kepada salah satu dari kami yang dipandang lebih tepat membaca doa karena orang
pesantren. Hal itu belaiu lakukan dua kali, ketika ziarah kepada Mbah
Mutamakkin dan kemudian ketika di makam Mbah Sahal. Demikianpun relijiusitas
pak DI beliau tunjukkan ketika shalat 2 rakaat tahiyyatul masjid di masjid
Kajen.
Pak Di juga berhasil
mengkonversi modal sosialnya sebagai pimpinan Jawa Pos Gorup menjadi bekal
berdakwah dengan sangat baik. Oleh karena itu, dengan berseloroh saya menyebut
klub senam pak DI dengan Thariqah as-sanamiyyah ad-Dahlaniyyah (Metode
berdakwah melalui senam ala pak Dahlan Iskan he he he).
***
Pak DI mungkin sadar,
bekal keilmuan agamanya tidak sebanyak orang-orang yang pernah nyantri. Tetapi
dengan keterbatasan ilmunya itu tidak menghalangi niatnya untuk berdakwah
dengan cara yang sangat elegan dan efektif. Tidak ada kesan menggurui, apalagi
menyalahkan orang lain. Beliau bahkan menjadikan orang laing lebih terhormat,
seperti ketika menyerahkan urusan doa kepada yang lebih ilmunya.
Model dakwah seperti ini sejatinya yang
diperlukan sekarang. Ketika banyak orang yang memaksakan diri menempuh
cara-cara dakwah di luar kompetensinya, pada saat orang berdakwah dengan cara
menyakiti dan merendahkan yang didakwahi, di tengah gejala “penyesatan” dan
pengkafiran kepada orang yang tidak satu gagasan, pak DI menunjukkan bahwa
esensi dakwah adalah mengajak, bukan mengancam, menggurui, menyalahkan dan
menyesatkan.
Tetap sehat Pak DI.
Tetap istiqomah dengan dakwahnya yang
sangat efektif.
*Dr. A. Dimyati, M.Ag, Wakil Rektor I Bidang Akademik Institut Pesantren Mathali'ul Falah (IPMAFA) Pati.
0 Comments